Hari itu, Arif berjalan pelan memasuki halaman sekolah. Langit di atasnya cerah, tapi hatinya gelisah. Setelah liburan panjang, ia kembali ke sekolah dengan perasaan campur aduk. Bertemu teman-teman lama yang sudah jarang ia ajak ngobrol, terutama Sari dan Anton. Mereka bertiga dulu selalu bersama, tapi sekarang semuanya terasa berbeda.
Saat masuk ke kelas, Arif melihat Sari dan Anton sudah duduk bersama di bangku depan. Mereka berdua tampak asyik berbicara, seolah tidak memperhatikan Arif yang sudah duduk di bangku belakang. Arif mencoba mengabaikan perasaan kecewa yang datang tiba-tiba. Ia memutuskan untuk fokus pada pelajaran, tetapi pikirannya terus melayang. “Apa yang salah dengan kita?” pikir Arif.
Setiap kali bel berbunyi, Arif merasa semakin terasing. Bahkan saat jam istirahat, Sari dan Anton pergi ke kantin bersama teman-teman lain tanpa mengajaknya. Padahal, dulu mereka bertiga selalu makan siang bersama. Arif merasa seperti ada jarak yang terbentuk di antara mereka, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.
Saat pelajaran terakhir selesai, Arif berjalan keluar kelas dan melihat Andi, teman sekelasnya yang cukup baru. Andi tampak berbeda, lebih ceria, dan tidak terpengaruh dengan semua drama yang sedang terjadi di sekitar Arif.
“Andi, kenapa ya mereka berubah?” tanya Arif dengan suara pelan, berharap Andi punya jawaban.
Andi hanya tersenyum kecil dan menjawab, “Mungkin mereka hanya butuh waktu untuk berubah, Arif. Setiap orang pasti punya keinginan untuk melakukan sesuatu yang baru. Mungkin kamu juga bisa coba sesuatu yang berbeda.”
Arif terdiam. Kata-kata Andi membuatnya merenung. Apakah dia harus terus menunggu Sari dan Anton kembali seperti dulu? Atau apakah ini saatnya baginya untuk membuat keputusan dan berubah?
Keesokan harinya, Arif memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda. Ia tidak akan lagi terjebak dalam perasaan kesepian dan menunggu teman-temannya. Arif mulai bergabung dengan kegiatan ekstra di sekolah, mulai mengikuti klub basket yang selama ini ia hindari karena merasa tidak pandai.
Beberapa minggu kemudian, Arif menemukan kebahagiaannya sendiri. Ia berteman dengan anak-anak baru yang memiliki hobi yang sama. Sari dan Anton tetap temannya, tapi Arif belajar bahwa terkadang orang harus mandiri dan menjalani hidupnya tanpa bergantung pada orang lain.
Meski kadang rindu masa lalu datang, Arif tahu bahwa hidup tetap harus berjalan dan ia harus siap untuk perubahan.
Budianto
Kelas 7.I